Kudus – Desa Colo memiliki banyak
potensi wisata, seperti wisata religi Makam Sunan Muria dan Air Terjun
Monthel. Namun, masih ada obyek wisata yang jarang disinggahi di Gunung
Muria ini karena belum dikembangkan yaitu sebuah gua peninggalan masa
penjajahan Jepang, masyarakat sekitar memberi sebutan “Gua Jepang”.
Berbekal informasi dari masyarakat, reporter Muria Studies bersama tim Muria Research Center Indonesia (MRC Ina), menuju lokasi gua seperti yang diceritakan masyarakat dengan penuh rasa penasaran, mulai menapaki jalan kecil, berliku, naik turun dan melewati aliran sungai.
Gua Jepang ini terletak di lereng Gunung Muria, tempatnya tidak jauh dari objek wisata di dekat Desa Colo yaitu air tiga rasa, dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Jarak tempuh sampai lokasi dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan cara menyusuri sungai dan jalan terjal setapak di lereng Gunung Muria.
Perjalanan yang sangat menyenangkan jika dilakukan di pagi, udara sejuk
diiringi dengan suara burung seperti Kutilang yang berkicau merdu saling
bersahutan. Suara gemericik air sungai di sela-sela batu yang airnya
mulai mengering karena sedang musim kemarau, dan pemandangan Hutan Muria
yang masih hijau di kanan kiri sungai, menambah indahnya suasana pagi
menjadi nyaman, tenang dan penuh kedamaian. Para penjelajah tiada
henti-hentinya memotret keindahan alam seakan tak ingin beranjak pergi.Berbekal informasi dari masyarakat, reporter Muria Studies bersama tim Muria Research Center Indonesia (MRC Ina), menuju lokasi gua seperti yang diceritakan masyarakat dengan penuh rasa penasaran, mulai menapaki jalan kecil, berliku, naik turun dan melewati aliran sungai.
Gua Jepang ini terletak di lereng Gunung Muria, tempatnya tidak jauh dari objek wisata di dekat Desa Colo yaitu air tiga rasa, dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Jarak tempuh sampai lokasi dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan cara menyusuri sungai dan jalan terjal setapak di lereng Gunung Muria.
Selama perjalanan kami menjumpai orang paruh baya menyusuri sungai dengan membawa alat berupa pisau arit atau sejenisnya. Kami sempat bertanya-tanya untuk apa alat tersebut. Mungkin orang desa mau ke kebunnya. Saat kita beristirahat dan mengambil gambar atau foto, kami bertemu dengan orang yang mendahului kami tadi, ternyata ia mencari jamur pada pohon meranak (pohon khas Muria) yang tumbang membentang di sungai.”Jamur mranak ini enak kalau dimakan, seperti hati ayam,” kata pencari jamur tersebut.
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju lokasi gua, karena tempat ini masih jarang dikunjungi wisatawan, jadi belum ada tanda atau petunjuk jalan menuju lokasi. Setelah sungai besar ada jalan naik ke bukit melewati jalan setapak hingga menemui sungai lagi kearah kiri, tak jauh dari itu akhirnya kami menemukan lokasi yang kami cari dan tuju, tempatnya di pinggir sungai persis dan dengan posisi naik ke atas sekitar tiga atau empat meter dari sungai serta berada di dekat pohon bergat yang tumbuh besar di dekat gua Jepang.
Gua yang berpintu kecil ini dengan diameter sekitar dua meter ini menurut salah seorang tokoh masyarakat di Desa Colo, Garno, pada masa Jepang dijadikan untuk tempat pembekalan. Gua Jepang ini, dapat dijadikan objek wisata bersejarah yang perlu dikembangkan agar pengunjung dapat merasakan indahnya perjalanan menyusuri sungai yang berbatu dan pemandangan indah lainnya yang tak kalah menarik dengan objek wisata lain di Colo. Lebih menarik lagi jika jalan menuju Gua Jepang diberi tanda atau petunjuk jalan agar pengujung tidak tersesat dan juga dapat mengingatkan pengunjung pada masa libur sekolah ketika mengikuti kegiatan di luar ruangan dalam acara menjelajah.
Pasti sangat menyenangkan berekreasi di tempat yang cukup menantang sambil bercerita dan mengulang masa kecil bersama keluarga atau teman di alam terbuka. Bagi anda para penjelajah dan penikmat alam, tempat ini patut dijadikan referensi anda dalam menjelajah alam (Anik-Portal).
0 komentar:
Posting Komentar