Orang baik bernasib baik. Ya, kalimat tersebut dialami Billy Ray Harris,
seorang tunawisma yang menggelandang di jalanan Kota Kansas, Amerika
Serikat. Billy menerima uang tunia sebesar US$ 145.000 atau sekira Rp
1,4 miliar.
Kisah itu bermula ketika Billu menemukan sebuah cincin pertunangan yang
tanpa sengaja jatuh di gelas plastik yang ia gunakan untuk menampung
recehan pemberian para dermawan. Alih-alih menganggapnya “rejeki dari
langit” Billy memutuskan mengembalikan cincin berharga itu pada sang
empunya.
Kejujurannya membawa berkah. Merasa berutang budi, tunangan Sarah
Darlin, perempuan yang kehilangan cincin, membuat situs khusus, mencari
donasi untuk Billy.
Hasilnya luar biasa, hingga Senin (25/2), sudah 6.000 orang mendonasikan
uangnya dengan total sebesar 145.000 dolar AS atau hampir Rp 1,4
miliar.
“Di zaman sekarang, betapa mudahnya kita berpikiran buruk, tanpa
menyadari masih ada orang baik di dunia,” kata Sarah, seperti dimuat
News.com.au, Selasa (26/2).
Cincin bertahtakan berlian besar miliknya tak sengaja copot saat
memasukkan koin ke gelas Billy. Perempuan itu baru sadar barang
berharganya hilang sehari setelahnya.
Setelah mencari ke sana kemari, tanpa membuahkan hasil, cepat-cepat ia
menghampiri Billy, berjongkok di sebelahnya dan bertanya, apakah ada
benda berharga di gelasnya, yang tak sengaja jatuh ke sana. “Apa yang
kau maksud sebuah cincin,” kata Sarah, menirukan pertanyaan balik Billy.
Sarah langsung mengangguk. Lalu, tanpa ragu, lelaki tua itu mengambil
cincin itu dari tempat penyimpanannya dan memberikannya pada Sarah —
yang langsung menyerahkan seluruh isi dompetnya sebagai tanda
terimakasih.
“Seperti keajaiban,” kata Sarah. “Sebelumnya aku pikir tak bakal mendapatkan cincinku kembali.”
Sementara Billy mengaku kaget menjumpai cincin berlian di gelas
miliknya. “Cincin itu sangat besar, sungguh. Dan pastinya mahal,” kata
Billy.
Lalu, kenapa seorang tunawisma miskin seperti Billy Ray memilih tidak
langsung menjual cincin yang diyakininya sangat mahal itu? Alasannya
adalah Tuhan.
Billy masih percaya ada kekuatan Yang Maha Kuasa yang mengawasi
perbuatannya. Apalagi ia pernah mendapat pendidikan agama di masa
mudanya.
“Kakekku seorang pendeta,” kata dia. “Ia mengasuhku sejak usia 6 tahun.
Pengasuhan kakek adalah berkah dalam hidupku. Setidaknya aku masih
mempertahankan apa yang ia ajarkan.”
0 komentar:
Posting Komentar